Masjid Mantingan, Jepara, Jawa Tengah. Masjid dan Makam Mantingan terletak 5 km arah
selatan dari pusat kota Jepara di desa Mantingan kecamatan Tahunan
Kabupaten Jepara, sebuah yang menyimpan Peninggalan Kuno Islam dan
menjadi salah satu asset wisata sejarah di Jepara, dimana di sana
berdiri megah sebuah masjid yang dibangun oleh seorang Islamik yaitu
PANGERAN HADIRI suami Ratu Kalinyamat yang dijadikan sebagai pusat
aktivitas penyebaran agama islam di pesisir utara pulau Jawa dan
merupakan masjid kedua setelah masjid Agung Demak.
Perlu diketahui juga bahwa di desa Mantingan mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam dengan mata penghasilan dari usaha ukir-ukiran. Disamping itu lokasi Masjid dan Makam Mantingan berdiri dalam satu komplek yang mudah dijangkau dengan kendaraan roda empat dari berbagai jurusan dengan fasilitas sarana jalan aspal. Hal lain yang tidak kalah penting usaha Pemda Kabupaten Jepara dengan instansi terkait bekerja sama dengan pengusaha angkutan sudah berupaya memberikan kemudahan transportasi menuju lokasi Obyek Wisata Sejarah ini dengan sarana angkutan jurusan Terminal Jepara – Mantingan yang hanya ditempuh beberapa menit saja.
Perlu diketahui juga bahwa di desa Mantingan mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam dengan mata penghasilan dari usaha ukir-ukiran. Disamping itu lokasi Masjid dan Makam Mantingan berdiri dalam satu komplek yang mudah dijangkau dengan kendaraan roda empat dari berbagai jurusan dengan fasilitas sarana jalan aspal. Hal lain yang tidak kalah penting usaha Pemda Kabupaten Jepara dengan instansi terkait bekerja sama dengan pengusaha angkutan sudah berupaya memberikan kemudahan transportasi menuju lokasi Obyek Wisata Sejarah ini dengan sarana angkutan jurusan Terminal Jepara – Mantingan yang hanya ditempuh beberapa menit saja.
Masjid Mantingan, Jepara, Jawa tengah. Diatas
telah disebutkan bahwa Masjid Mantingan merupakan masjid kedua setelah
masjid agung Demak, yang dibangun pada tahun 1481 Saka atau tahun 1559
Masehi berdasarkan petunjuk dari condo sengkolo yang terukir pada sebuah
mihrab Masjid Mantingan berbunyi “RUPO BRAHMANA WANASARI” oleh R.
Muhayat Syeh Sultan Aceh yang bernama R. Toyib. Pada awalnya R. Toyib
yang dilahirkan di Aceh ini menimba ilmu ketanah suci dan negeri Cina
(Campa) untuk dakwah Islamiyah, dan karena kemampuan dan kepandaiannya
pindah ke tanah Jawa (Jepara) R. Toyib kawin dengan Ratu Kalinyamat
(Retno Kencono) putri Sultan Trenggono Sultan kerajaan Demak, yang
akhirnya beliau mendapak gelar “SULTAN HADIRI” dan sekaligus dinobatkan
sebagai Adipati Jepara (Penguasa Jepara) sampai wafat dan dimakamkan di
Mantingan Jepara.
Dimakam
inilah Pangeran Hadiri (Sunan Mantingan), Ratu Kalinyamat, Patih
Sungging Badarduwung seorang patih keturunan cina yang menjadi kerabat
beliau Sultan Hadiri bernama CIE GWI GWAN dan sahabat lainnya
disemayankan.
Makam yang selalu ramai dikunjungi pada saat “KHOOL” untuk memperingati wafatnya Sunan Mantingan berikut upacara “ GANTI LUWUR “ (Ganti Kelambu) ini diselenggarakan setiap satu tahun sekali pada tanggal 17 Robiul Awal sehari sebelum peringatan Hari Jadi Jepara. Makam Mantingan sampai sekarang masih dianggap sakral dan mempunyai tuah bagi masyarakat Jepara dan sekitarnya. Pohon pace yang tumbuh disekitar makam, konon bagi Ibu-ibu yang sudah sekian tahun menikah belum di karunia putra diharapkan sering berziarah ke Makam Mantingan dan mengambil buah pace yang jatuh untuk dibuat rujak kemudian dimakan bersama suami istri, maka permohonannya insyaAllah akan terkabulkan.
Masjid Mantingan, Jepara, Jawa Tengah. |
Masjid Mantingan, Jepara, Jawa Tengah. |
Makam yang selalu ramai dikunjungi pada saat “KHOOL” untuk memperingati wafatnya Sunan Mantingan berikut upacara “ GANTI LUWUR “ (Ganti Kelambu) ini diselenggarakan setiap satu tahun sekali pada tanggal 17 Robiul Awal sehari sebelum peringatan Hari Jadi Jepara. Makam Mantingan sampai sekarang masih dianggap sakral dan mempunyai tuah bagi masyarakat Jepara dan sekitarnya. Pohon pace yang tumbuh disekitar makam, konon bagi Ibu-ibu yang sudah sekian tahun menikah belum di karunia putra diharapkan sering berziarah ke Makam Mantingan dan mengambil buah pace yang jatuh untuk dibuat rujak kemudian dimakan bersama suami istri, maka permohonannya insyaAllah akan terkabulkan.
Tuah
lain yang ada dalam cungkup makam mantingan adalah “AIR MANTINGAN atau
AIR KERAMAT” yang menurut kisahnya ampuh untuk menguji kejujuran
seseorang dan membuktikan hal mana yang benar dan yang salah, biasanya
bagi masyarakat Jepara dan sekitarnya air keramat ini digunakan bila
sedang menghadapi suatu sengketa, dengan cara air keramat ini diberi
mantra dan doa lalu di minum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar